Selasa, 19 Agustus 2008

Ramayana

Sendratari Ramayana sendiri ternyata ada 2 versi yaitu versi Yogyakarta dan Solo, dimana perbedaaan antara versi Yogyakarta dan Solo jauh berbeda; seperti tehnik pemukulan gamelan agak berbeda seperti kendangan; bonangan maupun pekik, gerak tari untuk Yogyakarta lebih tegas dan junjungannya lebih berat, untuk kostum penari kalau versi Solo lebih banyak warna sedangkan Yogyakarta tidak banyak menggunakan warna dan hanya ada warna cinde yaitu merah atau kuning, filosofi tarinya juga berbeda. Pertunjukkan yang dipentaskan di teater terbuka saat ini adalah gaya Yogyakarta dengan sedikit modifikasi baik untuk gerakan, koreografi, tata busana seperti yang disampaikan bapak Drs. Sumardi selaku ketua Sanggar Tari Wisnu Murti Yogyakarta yang bertindak sebagai koordinator para penari. Beliau memberi gambaran bahwa setiap gerakan dilakukan oleh para penari versi Yogyakarta mempunyai fisolofi sendiri yang dinamakan Kawruh Joget Mataram. Dimana setiap gerakan dibagi menjadi 4 bagian yaitu Greget yang berarti kemauan keras, Sengguh berarti pantang mundur, Suwiji berarti konsentrasi dan Soramingkuh yang artinya percaya diri. Dan menurut para sesepuh bagi yang belum akil baliq kalau mereka tidak bisa memahami Kawruh Joget Mataram akan mengakibatkan mereka menjadi sombong dan tinggi hati. Setiap peran atau tokoh utama mempunyai gerak pokok sendiri misalnya untuk tokoh Rahwana gerak pokoknya disebut Kinantang Raja, sedang untuk tokoh Kumbokarno disebut Sekar Suwun dan untuk Subali dan Sugriwa gerak pokoknya disebut Kinantang Tengklik, sedangkan ragam pokok untuk Hanoman adalah Kambeng Tengklik dan juga ragam gerak khusus untuk tokoh titisan dari Batara Bayu atau Dewa Angin, para Raksasa atau Buto Ijo pun mempunyai gerak pokoknya yaitu Bapeng. Untuk Rama dan Laksmana sendiri gerak pokoknya adalah Impur Alus. Untuk peran para penari dibagi menjadi Alus, Gagah dan Putri. Gerak pokok penari putri adalah Ngregem atau Ngenceng dan sesudah di modifikasi ada ragam gerak baru seperti Wurdoh, Kipat Gajahan dan Pucang Anginan. Dan setiap gerak pokok baik untuk peran Putri, Alus atau Gagah tidak bisa dirubah gerak pokoknya, improvisasi hanya diberlakukan untuk jalan cerita guna menambah unsur drama cerita tetapi untuk koreografi tidak bisa diubah harus sesuai dengan pakemnya, setiap menjatuhkan ragam jatuh pada gong setiap gerak harus tetap sesuai dengan pakem. Biasanya untuk peran putri hanya dibedakan dari warna pakaian dan ragam pengembangan; untuk yang perannya sedikit kenes, lincah, menggunakan kostum ada ornamen warna merah dan gerakan tarinya yang sedikit terbuka dan untuk peran putri yang lemah lembut, halus geraknya menggunakan kostum warna hitam, biru atau hijau. Dan untuk aksesoris para penari antara lain: Iran-iran atau mahkota kepala, sumping untuk di kanan dan kiri telinga, anting subang untuk penari putri, kalung susun untuk peran putri dan alus, canggalan untuk peran gagah dan untuk yang di Prambanan canggalan dimodifikasi dengan kace yang bentuknya bulat menutup bahu, selain itu di lengan kiri dan kanan juga mengenakan kelat bahu, sementara gelang kaki hanyalah bagian dari modifikasi. Selain itu kalau kita perhatikan untuk peran Alus seperti Rama dan putri seperti Sinta mereka menggunakan Sebe yaitu berupa selendang kecil melintang dari bahu kanan ke kiri sampai batas pinggang, ini merupakan ciri khas untuk peran para Dewa atau tokoh suci dan seperti yang kita ketahui bersama Rama adalah titisan dari Batara Wisnu dan Sinta titisan dari Batari Sri istrinya.

Sendratari Ramayana

Pengantar

Prabu Janaka, Raja Kerajaan Mantili memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Dewi Shinta. Untuk menentukan siapa calon pendamping yang tepat baginya, diadakanlah sebuah sayembara. Rama Wijaya, Pangeran dari Kerajaan Ayodya akhirnya memenangi sayembara tersebut.

Prabu Rahwana, pemimpin Kerajaan Alengkadiraja sangat menginginkan untuk menikahi Dewi Shinta. Namun, setelah mengetahui siapa Dewi Shinta, ia berubah pikiran. Ia menganggap bahwa Dewi Shinta merupakan jelmaan Dewi Widowati yang telah lama ia cari-cari.

Hutan Dandaka

Rama Wijaya beserta Shinta, istrinya, dan ditemani oleh adik lelakinya, Leksmana, sedang berpetualang dan sampailah ke Hutan Dandaka. Di sini mereka bertemu dengan Rahwana yang begitu memuja Dewi Shinta dan sangat ingin memilikinya. Untuk mewujudkan gagasannya, Rahwana mengubah salah satu pengikutnya bernama Marica menjadi seekor kijang yang disebut Kijang Kencana dengan tujuan memikat Shinta.

Karena tertarik dengan kecantikan kijang tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Rama menyanggupi dan meninggalkan Shinta yang ditemani Leksmana dan mulailah dia memburu kijang tersebut.

Setelah menunggu lama, Shinta menjadi cemas karena Rama belum datang juta. Ia meminta Leksamana untuk mencari Rama. Sebelum meninggalkan Shinta, Leksmana membuat lingkaran sakti di atas tanah di sekeliling Shinta untuk menjaganya dari segala kemungkinan bahaya.

Begitu mengetahui bahwa Shinta ditinggal sendirian, Rahwana mencoba untuk menculiknya namun gagal karena lingkaran pagar pelindung yang menjaganya. Kemudian ia mengubah diri menjadi seorang Brahmana. Shinta jatuh kasihan terhadap Brahmana yang tua tersebut dan hal tersebut membuatnya keluar dari lingkaran pelindung. Akibatnya, Rahwana - yang menjelma menjadi Brahmana tua tersebut - berhasil merebut dan membawanya terbang ke Kerajaan Alengka.

Memburu Kijang

Rama berhasil memanah kijang yang dikejarnya, namun tiba-tiba kijang tersebut berubah menjadi raksasa. Terjadilah perkelahian antara Rama dengan raksasa tersebut. Raksasa tersebut akhirnya dapat dibunuh Rama menggunakan panahnya. Kemudian tibalah Leksama dan meminta Rama untuk segera kembali ke tempat di mana Shinta berada.

Penculikan Shinta

Dalam perjalanan ke Alengka, Rahwana bertemu dengan burung garuda bernama Jatayu. Mereka kemudian terlibat pertengkaran karena Jatayu mengetahui bahwa Rahwana menculik Dewi Shinta - yang adalah anak Prabu Janaka, teman dekatnya. Sayangnya, Jatayu berhasil dikalahkan oleh Rahwana saat mencoba membebaskan Shinta dari cengkeraman Rahwana.

Mengetahui bahwa Shinta tidak lagi berada di tempat semula, Rama dan Leksmana memutuskan untuk mencarinya. Dalam perjalanan pencarian tersebut, mereka bertemu dengan Jatayu yang terluka parah. Saat bertemu pertama kali tersebut, Rama mengira bahwa Jatayulah yang menculik Shinta sehingga ia berniat membunuhnya namun Leksmana mencegahnya. Jatayu menjelaskan apa yang terjadi sebelum akhirnya ia meninggal.

Tidak lama kemudian, seekor kera putih bernama Hanoman tiba. Ia diutus oleh pamannya, Sugriwa, untuk mencari dua pendekar yang mampu membunuh Subali. Subali adalah serang yang suci dan telah mengambil Dewi Tara, wanita kesayangan Sugriwa. Setelah dipaksa, akhirnya Rama memutuskan untuk membantu Sugriwa.

Gua Kiskendo

Pada saat Subali, Dewi Tara dan anak lelakinya sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah Sugriwa dan langsung menyerang Subali. Sugriwa yang dibantu oleh Rama akhirnya mampu mengalahkan Subali. Sugriwa berhasil merebut kembali Dewi Tara. Untuk membalas kebaikan Rama, Sugriwa akan membantu Rama mencari Dewi Shinta. Untuk tujuan ini, Sugriwa mengutus Hanoman untuk mencaritahu mengenai Kerajaan Alengka.

Kemenakan Rahwana, Trijata, sedang menghibur Shinta di taman. Rahwana datang untuk meminta kesediaan Shinta menjadi istrinya. Shinta menolak permintaan tersebut. Hal ini membuat Rahwana kalap dan mencoba membunuhnya namun Trijata menghalanginya dan memintanya untuk bersabar. Trijata berjanji untuk merawat Shinta.

Saat Shinta merasa sedih, ia tiba-tiba mendengar nyanyian indah yang disuarakan oleh Hanoman, si kera putih. Hanoman memberi tahu Shinta bahwa ia adalah utusan Rama yang dikirim untuk membebaskannya. Setelah menjelaskan tujuannya, Hanoman mulai mencari tahu kekuatan seluruh pasukan Alengka. Ia kemudian merusak taman tersebut.

Indrajit, anak lelaki Rahwana, berhasil menangkap Hanoman namun Kumbokarno mencegahnya untuk membunuhnya dan Hanoman dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar. Namun saat dibakar, Hanoman berhasil lari dan justru membakar kerajaan dengan tubuhnya yang penuh kobaran api.

Segera setelah membakar kerajaan, Hanoman datang kepada Rama dan menjelaskan apa yang telah terjadi. Rama kemudian pergi ke Alengka disertai dengan pasukan kera. Ia menyerang kerajaan dan membuat pasukan Alengka kocar-kacir setelah Indrajit - sebagai kepala pasukan kerajaan - berhasil dibunuh.

Rahwana kemudian menunjuk Kumbokarno - raksasa yang bijaksana - untuk memimpin pasukan dan menyerang kerajaan Alengka. Namun kemudian Kumbokarno berhasil dibunuh oleh Rama dengan panah pusakanya. Rahwana mengambil alih komando dan mulai menyerang Rama dengan bala tentara seadanya. Rama akhirnya juga berhasil membunuh Rahwana. Dibawa oleh Hanoman, mayat Rahwana diletakkan di bawah gunung Sumawana.

Rama Bertemu Shinta

Setelah kematian Rahwana, Hamonan menjemput Shinta untuk dipertemukan dengan Rama. Namun Rama menolak Shinta karena ia berpikir bahwa Shinta sudah tidak suci lagi. Shinta kecewa dan untuk membuktikan kesetiaannya kepada suaminya, ia menceburkan diri ke dalam kobaran api dan membakar diri. Karena kesuciannya dan atas bantuan Dewa Api, ia tidak terbakar dan selamat. Hal tersebut membuat Rama bahagia dan akhirnya menerimanya kembali menjadi istrinya.

mY sWEEt SevenTeen

Mmm..ni hari umur gw tepat 17 th..
Kta orang,17 itu spesial..Tapi bwt gw kk biasa ya? malah sepi..
17..
Kesendirian tanpa seseorang yang spesial di hati gw..
Sedih deh rsanya..walau dh gw than2 rasa ini..
but..ttp miris jg..
huhuhuhu..
Tuhan..andai aja ada keajaiban..
Tepat di hari ultah q,q mndpt seseorang yang spesial bwt hatiku..
seseorang yang mau bwt t4 cerita.. seseorang yg mau diajak jalan..having fun..
Sungguh..q Kangen dgn smwa itu..
Knapa dy ninggalin q menjelang hari ultah q..
Ato q harus melewatinya sendirian...