Sendratari Ramayana sendiri ternyata ada 2 versi yaitu versi Yogyakarta dan Solo, dimana perbedaaan antara versi Yogyakarta dan Solo jauh berbeda; seperti tehnik pemukulan gamelan agak berbeda seperti kendangan; bonangan maupun pekik, gerak tari untuk Yogyakarta lebih tegas dan junjungannya lebih berat, untuk kostum penari kalau versi Solo lebih banyak warna sedangkan Yogyakarta tidak banyak menggunakan warna dan hanya ada warna cinde yaitu merah atau kuning, filosofi tarinya juga berbeda. Pertunjukkan yang dipentaskan di teater terbuka saat ini adalah gaya Yogyakarta dengan sedikit modifikasi baik untuk gerakan, koreografi, tata busana seperti yang disampaikan bapak Drs. Sumardi selaku ketua Sanggar Tari Wisnu Murti Yogyakarta yang bertindak sebagai koordinator para penari. Beliau memberi gambaran bahwa setiap gerakan dilakukan oleh para penari versi Yogyakarta mempunyai fisolofi sendiri yang dinamakan Kawruh Joget Mataram. Dimana setiap gerakan dibagi menjadi 4 bagian yaitu Greget yang berarti kemauan keras, Sengguh berarti pantang mundur, Suwiji berarti konsentrasi dan Soramingkuh yang artinya percaya diri. Dan menurut para sesepuh bagi yang belum akil baliq kalau mereka tidak bisa memahami Kawruh Joget Mataram akan mengakibatkan mereka menjadi sombong dan tinggi hati. Setiap peran atau tokoh utama mempunyai gerak pokok sendiri misalnya untuk tokoh Rahwana gerak pokoknya disebut Kinantang Raja, sedang untuk tokoh Kumbokarno disebut Sekar Suwun dan untuk Subali dan Sugriwa gerak pokoknya disebut Kinantang Tengklik, sedangkan ragam pokok untuk Hanoman adalah Kambeng Tengklik dan juga ragam gerak khusus untuk tokoh titisan dari Batara Bayu atau Dewa Angin, para Raksasa atau Buto Ijo pun mempunyai gerak pokoknya yaitu Bapeng. Untuk Rama dan Laksmana sendiri gerak pokoknya adalah Impur Alus. Untuk peran para penari dibagi menjadi Alus, Gagah dan Putri. Gerak pokok penari putri adalah Ngregem atau Ngenceng dan sesudah di modifikasi ada ragam gerak baru seperti Wurdoh, Kipat Gajahan dan Pucang Anginan. Dan setiap gerak pokok baik untuk peran Putri, Alus atau Gagah tidak bisa dirubah gerak pokoknya, improvisasi hanya diberlakukan untuk jalan cerita guna menambah unsur drama cerita tetapi untuk koreografi tidak bisa diubah harus sesuai dengan pakemnya, setiap menjatuhkan ragam jatuh pada gong setiap gerak harus tetap sesuai dengan pakem. Biasanya untuk peran putri hanya dibedakan dari warna pakaian dan ragam pengembangan; untuk yang perannya sedikit kenes, lincah, menggunakan kostum ada ornamen warna merah dan gerakan tarinya yang sedikit terbuka dan untuk peran putri yang lemah lembut, halus geraknya menggunakan kostum warna hitam, biru atau hijau. Dan untuk aksesoris para penari antara lain: Iran-iran atau mahkota kepala, sumping untuk di kanan dan kiri telinga, anting subang untuk penari putri, kalung susun untuk peran putri dan alus, canggalan untuk peran gagah dan untuk yang di Prambanan canggalan dimodifikasi dengan kace yang bentuknya bulat menutup bahu, selain itu di lengan kiri dan kanan juga mengenakan kelat bahu, sementara gelang kaki hanyalah bagian dari modifikasi. Selain itu kalau kita perhatikan untuk peran Alus seperti Rama dan putri seperti Sinta mereka menggunakan Sebe yaitu berupa selendang kecil melintang dari bahu kanan ke kiri sampai batas pinggang, ini merupakan ciri khas untuk peran para Dewa atau tokoh suci dan seperti yang kita ketahui bersama Rama adalah titisan dari Batara Wisnu dan Sinta titisan dari Batari Sri istrinya.
Selasa, 19 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar